Menawar Luka Pengasuhan sebagai Penguat Berkeluarga

  • Senin, 7 November 2022
  • 203

  • Warning: Undefined array key "like" in /home/turikabunga2023/public_html/artikel.php on line 89
  • Posting by Bunga Turika
  • Category : Artikel

Luka pengasuhan dapat menjadi memori kesakitan yang memengaruhi tindakan dimasa sekarang. Ibaratnya kehidupan yang merupakan sebuah perjalanan akan menemui banyak pengalaman dan pengalaman yang berkesan akan tersimpan sebagai memori. Memori masa lalu sebagai luka pengasuhan kerap menjadi hambatan karena mengandung kecemasan, kekhawatiran, dan keputusasaan. Permasalahan tersebut terakumulasi menjadi keraguan. Keraguan inilah yang disandarkan oleh masa lalu yang menghantui atas semua kecemasan yang hadir.

Kerap-kali ketika dihadapkan keraguan kejenjang pernikahan seseorang akan mengklaim atas adanya luka pengasuhan. Luka inilah yang perlu dipulihkan terlebih dahulu sebelum menempuh atau bahkan sedang menempuh pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Memulihkan luka bukan berarti menghilangkan luka itu sepenuhnya tetapi mampu mentolerir luka tersebut.

Pemulihan atas luka pengasuhan inilah yang dapat dimulai dengan cara pandang terhadap kehidupan. Sebuah luka dapat disebabkan oleh pengalaman perpisahan keluarga, perundungan, pengabaian fisik serta emosional, hingga kehilangan orang tua (Adhiyasasti, 2020). Trauma mengandung ketakutan yang disebabkan atas cara berpikir bahwa pengalaman masa lalu yang pernah terjadi seolah akan terjadi lagi di masa depan. Layaknya sebagai luka yang diperoleh karena jatuh dari sepeda, maka ketika bersepeda akan memberikan pengingat kembali atas luka tersebut.

 

Memulihkan Luka Pengasuhan

Bangunlah cara berpikir bahwa “Luka Bukanlah Derita”. Pemulihan terhadap luka pengasuhan dapat dimulai dengan kesadaran secara penuh pada individu yang bersangkutan. Sebagian yang lainnya pun dapat mengakses bantuan profesional jika memerlukan bantuan orang lain dalam memahami kondisi yang sedang dialaminya. Trauma-Focused Therapy dapat menjadi salah satu pendekatan untuk menghantarkan bahwa “luka bukanlah derita” agar dapat memulihkan luka pengasuhan tersebut.

Trauma-Focused Therapy merupakan sebuah pendekatan untuk memahami hubungan antara pengalaman trauma dan respons emosional hingga perilaku (Center For Child Trauma Assessment Service and Intervention, 2022). Ketika seseorang memandang bahwa “luka bukanlah derita”, maka satu tahap akan terlewati, yaitu menjadikan masa lalu bukan alasan yang mampu menghambat kondisi dimasa sekarang bahkan di masa depan.

Terdapat tiga tahap untuk melakukan pendekatan trauma-focused therapy. Pertama, menyadari pengalaman masa lalu yang tidak mengenakan bahkan mengandung kesedihan. Kedua, mengenali setiap gejala yang timbul akibat masa lalu tersebut, seperti kesepian dan cenderung menyendiri. Ketiga, menyesuaikan respons yang terintegratif dengan psikoedukasi, social support, dan meningkatkan keterampilan relaksasi, afeksi, hingga kognitif (Cohen & Mannarino, 2008). Atas setiap trauma yang hadir memberikan kesan sedih dan emosi negatif. Namun perasaan negatif tersebut dibingkai bukan dalam perspektif derita.

Setiap trauma atau pengalaman negatif yang hadir akan bergantung atas respons kita terhadap pengalaman tersebut. Semisal luka pengasuhan yang disebabkan oleh kurangnya kelekatan emosional dengan orang tua dan keluarga. Respon Bunda dapat dimulai dengan mempelajari dan memahami konsepsi keluarga yang harmonis, bukan malah menyalahkan masa lalu dan seolah khawatir jika Bunda akan melakukan kesalahan yang sama. Ketakutan tersebut hanyalah respons yang tidak tepat untuk menyelesaikan masalah. Adapun respons yang sesuai adalah memahami konsep keluarga harmonis dengan diiringin keterampilan komunikasi, relaksasi diri, dan manajemen lingkungan yang mampu mendukung secara positif.

 

Luka Pengasuhan adalah Perjalan Hidup

Kehidupan dalam konsepsi pernikahan dapat dimulai dengan memahami luka pengasuhan bukan sebagai masalah. Pernikahan dan berkeluarga merupakan sebuah tahap kehidupan yang mengandung kebahagiaan, ujian, dan keteguhan. Sehingga setiap proses yang tidak mengenakan akan sangat bergantung atas pemaknaan hidup, Bunda. Salah satu cara pandang yang dapat memulihkannya adalah dengan memandang kehidupan ini sebagai sebuah perjalanan menuju akhir yang akan memberikan ganjaran baik atau buruk, tergantung atas setiap pilihan kita dalam proses tersebut. Pilihan inilah yang dapat dimaknai sebagai sebuah respons, menjadikan masa lalu sebagai sumber derita atau menjadikannya pembelajaran untuk semakin tangguh dalam menjalani hidup

Setiap orang berpeluang untuk menikah dan membangun keluarga. Kehidupan tersebut pun menjadi salah satu perjalanan hidup yang dapat menjadi perjalanan tanpa dipengaruhi oleh masa lalu, seperti luka pengasuhan. Yang dibutuhkan adalah diri ini yang mampu tolerir terhadap luka pengasuhan. Atas setiap nikmat hidup, pakaian, teman, dan hunian merupakan pengingat bahwa hidup ini adalah perjalanan. Sedangkan luka pengasuhan bukan derita. Kita mengetahui, dengan berkeluarga seolah membuka lembaran baru dan tangan kita pun sudah mempunyai keterampilan dalam melukis dilembaran tersebut. Karena luka pengasuhan menjadi pembelajaran untuk membentuk keluarga yang harmonis.

 

 

Referensi

Adhiyasasti, Menur. (2020). Luka Pengasuhan di Masa Lalu, Dapatkah Disembuhkan? Diakses melalui https://skata.info/article/detail/760/luka-pengasuhan-di-masa-lalu-dapatkah-disembuhkan

Center For Child Trauma Assessment Service and Intervention, (2022) http://cctasi.northwestern.edu/trauma-focused-therapy/

Cohen, Judith A., Mannarino, Anthony P. (2008). Responds by fully integrating knowledge about trauma into policies, procedures, and practices; and Parent. Child and Adolescent Mental Health. 13, (4), 182-162. DOI: 10.1111/j.1475-3588.2008.00502.x